Senin, 06 April 2015

Alkisah, hiduplah pada zaman dahulu seorang yang terkenal dengan kesalehannya, bernama Petrus. Ia mempunyai sahabat karib yang bernama Mikha.

Pada suatu hari, Petrus berangkat ke negeri orang untuk berdagang. Sebelum berangkat, tidak ketinggalan ia berpamitan kepada sahabatnya itu. Namun belum lama Petrus meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia datang lagi. Sahabatnya menjadi heran, mengapa ia pulang begitu cepat dari yang direncanakannya. Padahal negeri yang ditujunya sangat jauh lokasinya. Mikha langsung bertanya kepada Petrus, sahabatnya. "Wahai Petrus sahabatku, mengapa engkau pulang begitu cepat?"

"Dalam perjalanan", jawab Petrus, "aku melihat suatu keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera membatalkan perjalanan".

"Keanehan apa yang kamu maksud?" tanya Mikha penasaran.

"Ketika aku sedang beristirahat di sebuah bangunan yang telah rusak", jawab Petrus menceritakan, "aku memperhatikan seekor burung yang pincang dan buta. Aku pun kemudian bertanya-tanya dalam hati. "Bagaimana burung ini bisa bertahan hidup, padahal ia berada di tempat yang jauh dari teman-temannya, matanya tidak bisa melihat, berjalan pun ia tak bisa".

"Tidak lama kemudian", lanjut Petrus, "ada seekor burung lain yang dengan susah payah menghampirinya sambil membawa makanan untuknya. Seharian penuh aku terus memperhatikan gerak-gerik burung itu. Ternyata ia tak pernah kekurangan makanan, karena ia berulangkali diberi makanan oleh temannya yang sehat".

"Lantas apa hubungannya dengan kepulanganmu?" tanya Mikha yang belum mengerti maksud kepulangan sahabat karibnya itu dengan segera.

"Maka aku pun berkesimpulan", jawab Petrus seraya bergumam, "bahwa Sang Pemberi Rizki telah memberi rizki yang cukup kepada seekor burung yang pincang lagi buta dan jauh dari teman-temannya. Kalau begitu, Tuhan Maha Pemberi, tentu akan pula mencukupkan rejeki sekali pun aku tidak bekerja". Oleh karena itu, aku pun akhirnya memutuskan untuk segera pulang saat itu juga".

Mendengar penuturan sahabatnya itu, Mikha berkata, "wahai Petrus sahabatku, mengapa engkau memiliki pemikiran serendah itu? Mengapa engkau rela mensejajarkan derajatmu dengan seekor burung pincang lagi buta itu? Mengapa kamu mengikhlaskan dirimu sendiri untuk hidup dari belas kasihan dan bantuan orang lain? Mengapa kamu tidak berpikiran sehat untuk mencoba perilaku burung yang satunya lagi? Ia bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup sahabatnya yang memang tidak mampu bekerja? Apakah kamu tidak tahu, bahwa tangan di atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah?"

Petrus pun langsung menyadari. Ia baru sadar bahwa dirinya salah dalam mengambil pelajaran dari kedua burung tersebut. Saat itu pulalah ia langsung bangkit dan mohon diri kepada. Lalu berangkatlah ia melanjutkan perjalanan dagangnya yang sempat tertunda.
bunga-bakung
BURUNG PIPIT
Burung pipit yang kecil, dikasihi Tuhan.
Terlebih diriku, dikasihi Tuhan..
 Bunga bakung di padang, diberi keindahan.
Terlebih diriku, dikasihi Tuhan..
 Burung yang besar, kecil, bunga indah warnanya,
satu tak terlupa, oleh Penciptanya..


Kepik di ujung daun

Terkadang dalam hidup ada masa dimana diri kita memerlukan orang lain. Dan ada masa dimana kita juga membantu orang lain tanpa berhitung untung rugi.
Namun terkadang disaat kita membutuhkan orang lain, tak seorang pun ada bersama kita, walau kita sudah banyak membantu orang.
Disitulah kita harus sadar, bahwa kita harus mampu berdiri sendiri tanpa orang lain. Apa yang telah kita keluarkan untuk orang lain biar Tuhan saja yang catat. Dan dalam kesendirian kita, yakinlah bahwa Tuhan akan menolong kita.
Banyak pelajaran dalam ini atas apa yang terjadi selama ini. Kuatkan hati, pikiran dan raga untuk tetap berdiri sendiri, mengupayakan kehidupan sendiri tanpa harus mengemis timbal balik apa yang sudah kita keluarkan membantu orang lain.
Kita juga tak perlu " mengemis " meminta kembali milik kita yang dipinjam orang. Yakin dan percaya bahwa Tuhan akan mengembalikan milik kita yang dipinjam orang lebih dari apa yang dipinjam orang itu. Memang menyakitkan jika " air susu dibalas air tuba ", namun itulah cara Tuhan agar kita bisa menjadi kuat dalam hidup ini.
Taukah anda serangga kepik ?
kepik_diujung_daun
Seperti Kepik ini, disaat dia berada di ujung daun, yang hampir saja badannya terhempas, namun dia bisa membalikan badannya dan berjalan kembali diantara helai daun dan dahan kecil.
Inilah pelajaran hidup yang dapat kita tangkap dari gambar Kepik ini. 
Puji Tuhan atas semua isi alam ciptaan-Nya.

Daun Di Musim Gugur



Pada suatu pagi hari di sebuah musim gugur, tampak seorang anak bekerja menyapu halaman luar sebuah asrama. Pohon-pohon yang rindang di sekitar situ tampak berguguran daunnya. Walaupun bekerja dengan rajin dan teliti menyapu dedaunan yang rontok, tetap saja halaman dikotori dengan ranting dan daun.
"Aduh capek deh. Biarpun menyapu dengan giat setiap hari tetap saja besok kotor lagi. Bagaimana caranya ya supaya aku tidak harus bekerja terlalu keras setiap hari?" sambil masih memegang sapu, si anak sibuk memutar otak memikirkan cara yang jitu.
Kepala asrama yang melintas di situ menghampiri dan menyapa, "selamat pagi Anakku, kenapa kamu melamun? Apa gerangan yang sedang kamu pikirkan?" "Eh, selamat pagi paman. Saya sedang berpikir mencari cara bagaimana supaya halaman ini tetap bersih tanpa harus menyapunya setiap hari. Dengan begitu kan saya bisa mengerjakan yang lain dan tidak harus melulu menyapu seperti sekarang ini".
Sambil tersenyum si paman menjawab, "Bagaimana kalau kamu coba menggoyangkan setiap pohon agar daunnya jatuh lebih banyak. Siapa tahu, dengan lebih banyak daun yang gugur, paling tidak besok daunnya tidak mengotori halaman dan kamu tidak perlu menyapu". "Wah ide paman hebat sekali!" Segera dia berlari mendekat ke batang pohon dan menggoyang-goyangkan sekuat tenaga. Semua pohon diperlakukan sama, dengan harapan, setidaknya besok dia tidak perlu menyapu lagi. "Lumayan bisa istirahat satu hari tidak bekerja", katanya dalam hati dengan gembira.
Malam hari si anak pun tidur dengan nyenyak dan puas. Ketika bangun keesokan harinya, cepat-cepat dia berlari keluar kamar. Seketika harapannya berubah kecewa saat melihat halaman yang kembali dipenuhi dengan rontokan daun-daun. Saat itu pula paman sedang ada di luar dan memperhatikan ulahnya sambil berkata "Anakku, musim gugur adalah fenomena alam. Bagaimanapun kamu hari ini bekerja keras menyapu daun-daun yang rontok, esok hari akan tetap ada daun-daun yang rontok untuk dibersihkan.
Kita tidak bisa merubah kondisi alam sesuai dengan kemauan kita. Daun yang harus rontok, tidak bisa ditahan atau dipaksa rontok. Maka jangan kecewa karena harus bekerja setiap hari. Nikmati pekerjaanmu dengan hati yang senang, setuju?" kata si paman memberikan sebuah pelajaran hidup yang begitu berarti. "Setuju paman. Terima kasih atas pelajarannya", Segera dia berlari menghampiri sapunya.
Kalau kita bekerja dengan suasana hati yang tidak gembira , maka semua pekerjaan yang kita lakukan akan terasa berat dan mudah timbul perasaan bosan.
Pepatah mandarin mengatakan:
”Selesaikan pekerjaan hari ini dengan baik, besok masih ada pekerjaan baru yang harus diselesaikan.”
Kalau kita telah mampu menikmati setiap pekerjaan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, maka setiap hari pasti menjadi hari kerja yang membahagiakan dan setiap besok menjadi harapan yang menggairahkan. Sehingga kita boleh dengan bangga mengatakan bahwa
"Bekerja adalah ibadah"

1 Nasihat, berbeda-beda penafsiran

Nasihat Alm.Ayah kepada kedua anak nya
Seorang pengusaha muda yang sukses dan kaya raya terpaksa harus menghadapi ajalnya karena kanker kulit yang parah akibat sensitifitas tidak normal terhadap sinar matahari. Sebelum meninggal, kepada dua anaknya yang masih belia ia berpesan :
“Ayah akan mewarisi seluruh kekayaan dan usaha ini pada kalian berdua. Ayah hanya memberi dua pesan utama agar kalian sukses dan kaya raya seperti ayah tapi bisa menikmatinya lebih lama.”
“Pertama jangan biarkan sinar matahari menyinari kulitmu secara langsung terlalu lama, karena mungkin gen kanker kulit ini menurun pada kalian.”
“Kedua, dalam bisnis, jangan pernah menagih hutang pada pelanggan.”
Setelah memberi pesan tersebut sang ayah meninggal, tanpa sempat memberi penjelasan yang lebih banyak. Kedua anak tersebut berjanji akan memenuhi permintaan ayah mereka.
Kedua anak tersebut dibesarkan oleh ibunya. Setelah cukup umur, sang ibu memberi keduanya usaha yang diwariksan ayah mereka.
Sepuluh tahun kemudian, salah satu anak menjadi anak yang sangat kaya raya, sedangkan satu lagi menjadi sangat miskin.
Sang ibu akhirnya bertanya, kenapa salah satu menjadi miskin sedangkan yang satu menjadi kaya. Padahal keduanya memegang teguh nasehat ayah mereka.
Anak yang miskin berkata pada ibunya.
“Ibu, bagaimana saya tidak miskin. Ayah berpesan agar selalu menghindari matahari. Jadi setiap pagi aku harus pergi pakai kendaraan, sewa mobil, naik taksi, sekalipun sebenarnya jaraknya dekat dan bisa jalan kaki. Tentu saja hidup saya menjadi boros. Lalu ayah berpesan jangan menagih hutang kepada klien. Tentu saja bisnis saya tidak berjalan baik. Setiap kali ada yang menunggak saya tidak bisa menagih sehingga lama kelamaan modal saya habis. Saya jadi bangkrut dan miskin!”
Lalu sang ibu menengok ke wajah anak yang kaya raya, menunggu jawaban. Kepada sang ibu anak yang kaya berkata;
“Wahai ibu, saya menjadi kaya raya seperti ini karena mengikuti nasehat akhir ayah. Karena ayah meminta saya menghindar dari matahari, maka saya selalu pergi ke kantor sebelum matahari terbit. Kalau dekat saya bisa jalan kaki tanpa perlu takut sinar matahari karena belum terbit. Karena saya selalu datang pagi pegawai jadi ikut disiplin tidak berani terlambat. Sedangkan ketika pulang, saya selalu menunggu matahari terbenam, jadi jam kerja saya selalu di atas rata-rata orang lain. Lalu ayah berpesan jangan menagih hutang pada klien. Karena itu saya menerapkan sistem cash and carry, sehingga arus kas perusahaan saya sangat maju.”
Demikianlah akhirnya sang ibu tahu bagaimana nasehat yang sama bisa menghasilkan penafsiran yang berbeda dan hasilnya jauh berlawanan.
Apa pelajarannya?
Kadang konsep dan penerapan berbeda jauh.
Sering kita lihat orang yang memegang kitab suci yang sama tapi berbeda jauh kualitas hidupnya, padahal keduanya sama-sama merasa berpegang teguh pada kitab tersebut.
Sering kita lihat pegawai yang bekerja dengan peraturan perusahaan yang sama tapi sikapnya saling berseberangan.
Kadang-kadang masalah utama bukan di peraturannya tapi bagaimana kita menerjemahkannya.